1 Uji MAR (Mixed Antiglobulin Reaction)
Bila ada perkiraan reaksi antibodi antisperma (ASA). Beberapa pria (atau istri) memiliki antibodi melawan sperma yang membuat tidak bergerak atau mematikan sperma untuk bergerak ke sel telur. Uji MAR dapat dilakukan dengan cepat untuk mendeteksi antibodi antisperma dalam semen.
Antibodi anti sperma (ASA) diproduksi ketika blood barrier testis terganggu oleh obstruksi, infeksi atau trauma. Immunoglobulin IgG biasanya ada di dalam serum dan semen, dan antibodi IgG melekat pada spermatozoa. ASA dari IgA disekresikan oleh kelenjar aksesori seks pria dan ditemukan hanya dalam semen saja. ASA dari kelas IgG dapat dideteksi dalam plasma semen, namun biasanya tidak ada IgA bebas dalam plasma semen. Antibodi anti sperma Anti IgA hampir tidak pernah terjadi tanpa antibodi IgG.
Dalam kasus lebih dari 40% dari spermatozoa motil ASA terdeteksi dengan pengujian IgG, sehingga IgA dianjurkan untuk uji antibodi.
Faktor immunologis merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya infertilitas.
2. Uji HBA (Hyaluronan Binding Assay)
Hyaluronidase adalah salah satu enzim yang terdapat dalam akrosom kepala spermatozoa yang berfungsi dalam reaksi akrosom yang terjadi pada zona pellusida setelah terjadinya ikatan dengan spermatozoa.
Sindroma Defisiensi Testosteron
Dasar diagnosis sindroma defisiensi testosteron berdasarkan anamnesis (wawancara secara sistematis mengenai gejala), pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang laboratorium dengan mengukur kadar testosteron.
Dokter akan menanyakan beberapa pertanyaan untuk ekplorasi tanda-tanda atau gejala – gejala yang mungkin dialami pasien yang mungkin mengalami defisiensi testosteron. Gejala utama yang berhubungan dengan gairah seks (libido rendah) dan fungsi ereksi, selain pertanyaan tentang berbagai gejala lainnya.
Karena banyak gejala-gejala ini belum tentu hanya karena hanya kadar testosteron rendah, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan melakukan pemeriksaan penunjang dengan melakukan tes darah untuk mengukur kadar testosteron dan tes darah lainnya untuk menunjang diagnosis.
Pemeriksaan Fisis :
- Umum (mengukur tekanan darah, mengukur lingkar perut & WHR)
- Andrologis (karakteristik seksual sekunder, testis)
Tes darah :
Darah biasanya akan diambil di pagi hari (7:00-11:00) ketika testosteron dalam darah pada irama circadian pada kadar tertinggi.
http://klinikandrologi.blogspot.com/2011_06_01_archive.html?m=1
HBA merupakan salah satu teknik untuk mengukur keadaan akrosom spermatozoa. Hasil HBA normal > 80 % spermatozoa terikat.
3. Uji Fragmentasi DNA
Merupakan pemeriksaan untuk menilai integritas nukleus DNA spermatozoa, dan kemampuan spermatozoa untuk membuahi sel telur. Pria dengan fragmentasi DNA makin tinggi (halo kecil / tidak ada) kemungkinan terjadi infertilitas makin besar.
Pentingnya dilakukan uji fragmentasi DNA adalah bagi penderita infertilitas dengan :
- Infertilitas pria diatas 1 tahun
- Umur pria > 40 tahun
- Pria perokok
- Riwayat penggunaan narkoba
- Infeksi genitourinaria, leukospermia
- Penderita varikokel
- Terpapar zat toksik (alkohol, kimia, radioaktif, suhu tinggi)
- Sebelum menjalani reproduksi berbantu (insem/bayi tabung)
- Riwayat pasangan (isteri) mengalami keguguran sebelumnya
Halo yang terbentuk di sekitar kepala sperma akibat dekondensasi kromatin karena denaturasi oleh asam sedang pada DNA dan terjadinya lysis ikatan protamine pada sperma dengan DNA utuh, bila DNA sperma rusak / tidak utuh maka tidak terbentuk halo disekitar kepala sperma
Pada pria perokok dapat terjadi:
- Disfungsi ereksi, yang reversibel bila berhenti merokok
- Perubahan parameter spermiogram, seperti:
gangguan motilitas spermatozoa, penurunan jumlah dan vitalitas spermatozoa, peningkatan signifikan terjadinya kelainan kromosom, terjadi peningkatan kejadian teratozoospermia terutama pada bagian kepala sperma terkait dengan perubahan dalam nukleus.
- Fragmentasi DNA sperma telah dibuktikan pada pria perokok, perubahan ini terkait dengan oksidatif stress nukleus sebagai akibat dari merokok.
Semua efek merokok tembakau telah mengakibatkan peningkatan kejadian infertilitas dalam usaha mendapatkan kehamilan.
Bila ada perkiraan reaksi antibodi antisperma (ASA). Beberapa pria (atau istri) memiliki antibodi melawan sperma yang membuat tidak bergerak atau mematikan sperma untuk bergerak ke sel telur. Uji MAR dapat dilakukan dengan cepat untuk mendeteksi antibodi antisperma dalam semen.
Antibodi anti sperma (ASA) diproduksi ketika blood barrier testis terganggu oleh obstruksi, infeksi atau trauma. Immunoglobulin IgG biasanya ada di dalam serum dan semen, dan antibodi IgG melekat pada spermatozoa. ASA dari IgA disekresikan oleh kelenjar aksesori seks pria dan ditemukan hanya dalam semen saja. ASA dari kelas IgG dapat dideteksi dalam plasma semen, namun biasanya tidak ada IgA bebas dalam plasma semen. Antibodi anti sperma Anti IgA hampir tidak pernah terjadi tanpa antibodi IgG.
Dalam kasus lebih dari 40% dari spermatozoa motil ASA terdeteksi dengan pengujian IgG, sehingga IgA dianjurkan untuk uji antibodi.
Faktor immunologis merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya infertilitas.
2. Uji HBA (Hyaluronan Binding Assay)
Hyaluronidase adalah salah satu enzim yang terdapat dalam akrosom kepala spermatozoa yang berfungsi dalam reaksi akrosom yang terjadi pada zona pellusida setelah terjadinya ikatan dengan spermatozoa.
Sindroma Defisiensi Testosteron
Dasar diagnosis sindroma defisiensi testosteron berdasarkan anamnesis (wawancara secara sistematis mengenai gejala), pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang laboratorium dengan mengukur kadar testosteron.
Dokter akan menanyakan beberapa pertanyaan untuk ekplorasi tanda-tanda atau gejala – gejala yang mungkin dialami pasien yang mungkin mengalami defisiensi testosteron. Gejala utama yang berhubungan dengan gairah seks (libido rendah) dan fungsi ereksi, selain pertanyaan tentang berbagai gejala lainnya.
Karena banyak gejala-gejala ini belum tentu hanya karena hanya kadar testosteron rendah, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan melakukan pemeriksaan penunjang dengan melakukan tes darah untuk mengukur kadar testosteron dan tes darah lainnya untuk menunjang diagnosis.
Pemeriksaan Fisis :
- Umum (mengukur tekanan darah, mengukur lingkar perut & WHR)
- Andrologis (karakteristik seksual sekunder, testis)
Tes darah :
Darah biasanya akan diambil di pagi hari (7:00-11:00) ketika testosteron dalam darah pada irama circadian pada kadar tertinggi.
http://klinikandrologi.blogspot.com/2011_06_01_archive.html?m=1
HBA merupakan salah satu teknik untuk mengukur keadaan akrosom spermatozoa. Hasil HBA normal > 80 % spermatozoa terikat.
3. Uji Fragmentasi DNA
Merupakan pemeriksaan untuk menilai integritas nukleus DNA spermatozoa, dan kemampuan spermatozoa untuk membuahi sel telur. Pria dengan fragmentasi DNA makin tinggi (halo kecil / tidak ada) kemungkinan terjadi infertilitas makin besar.
Pentingnya dilakukan uji fragmentasi DNA adalah bagi penderita infertilitas dengan :
- Infertilitas pria diatas 1 tahun
- Umur pria > 40 tahun
- Pria perokok
- Riwayat penggunaan narkoba
- Infeksi genitourinaria, leukospermia
- Penderita varikokel
- Terpapar zat toksik (alkohol, kimia, radioaktif, suhu tinggi)
- Sebelum menjalani reproduksi berbantu (insem/bayi tabung)
- Riwayat pasangan (isteri) mengalami keguguran sebelumnya
Halo yang terbentuk di sekitar kepala sperma akibat dekondensasi kromatin karena denaturasi oleh asam sedang pada DNA dan terjadinya lysis ikatan protamine pada sperma dengan DNA utuh, bila DNA sperma rusak / tidak utuh maka tidak terbentuk halo disekitar kepala sperma
Pada pria perokok dapat terjadi:
- Disfungsi ereksi, yang reversibel bila berhenti merokok
- Perubahan parameter spermiogram, seperti:
gangguan motilitas spermatozoa, penurunan jumlah dan vitalitas spermatozoa, peningkatan signifikan terjadinya kelainan kromosom, terjadi peningkatan kejadian teratozoospermia terutama pada bagian kepala sperma terkait dengan perubahan dalam nukleus.
- Fragmentasi DNA sperma telah dibuktikan pada pria perokok, perubahan ini terkait dengan oksidatif stress nukleus sebagai akibat dari merokok.
Semua efek merokok tembakau telah mengakibatkan peningkatan kejadian infertilitas dalam usaha mendapatkan kehamilan.